Frase yang diceletukkan oleh salah seorang rekan dosen tersebut cukup menohok pikiran saya. Memang kalimat itu terucap bukan dalam sebuah forum ilmiah resmi, tapi terceplos ketika sedang sarapan rame-rame dalam perjalanan menuju tempat KKN mahasiswa.
“ Ya, Green itu adalah Kapitalis”.
Bagaimana mungkin, Gerakan Go Green yang seakan menjadi sebuah kata suci dan didengungkan banyak orang di mana-mana dianalogikan dengan Kapitalis? Kira-kira kalo nggak salah arti kata Kapitalis adalah hanya membela kepentingan golongan yang punya modal. Karena biasanya yang punya modal itu adalah hanya segelintir orang yang bisa dihitung dengan jari, maka otomatis segala hal yang hanya mementingkan sebagian kecil orang akan dicap sebagai hal yang negatif, termasuk kapitalis.
Padahal, saat ini, semua bisa dikatakan berlomba-lomba menyebut atau melabeli diri atau produknya dengan green. Bila kita sudah punya stempel green, seakan-akan kita sudah cool.. sudah keren, entah itu produk, entah itu perusahaan, atau apapun. Saya sendiri di kampus, kebetulan barusan menyelenggarakan sebuah seminar dengan label ‘sustainable’, yang berarti ‘keberlanjutan’, ya masih kong kalikong dengan ‘green’ lah.
“Innamal a’malu binniyat”. Ya memang semua itu memang kembali kepada niatnya ya.
Apakah pihak-pihak yang rame-rame mengejar label green tersebut betul-betul ingin berperan serta pada usaha penyelematan lingkungan, atau hanya supaya dagangannya laku?. Dan memang entah mengapa, bangsa ini luar biasa latah, paling latah nomor satu sedunia kayaknya, begitu ada suatu trend, semua orang – tidak peduli konsumen ataupun produsen – langsung mengikuti trend tersebut, entah tahu apa tidak maksud sebetulnya dari trend tersebut.
Memang betul ternyata, GREEN adalah KAPITALIS bila :
- Green itu dimonopoli. Artinya hanya ada satu pihak yang merasa bahwa dirinya lah yang berhak untuk menentukan (baca : mensertifikasi… ups) sesuatu itu bisa diberi label green apa tidak.
- Green itu harus pakai titel. Artinya, hanya orang-orang yang sudah mendapatkan pelatihan tertentu yang lagi-lagi diselenggarakan oleh pihak yang sama dengan yang disebut di atas, mendapatkan titel atau gelar yang berhak menentukan apakah segala sesuatu itu green apa tidak
- Green itu eksklusif. Artinya hanya produk-produk yang telah menggunakan material tertentu yang berlabel green yang boleh disebut sebagai produk yangGreen, sementara material yang berlabel green tersebut juga adalah milik konco-konconya sendiri, yang mirisnya, sebagian besar adalah material impor.
Susah ya ?. Pokoknya gampangnya gini aja deh… Green itu seharusnya milik semua orang, siapa saja boleh mengaku green, dan tidak boleh ada suatu pihak yang mengklaim memiliki green secara eksklusif, “Cuman saya yang boleh disebut Green, dan greenmenurut pengertian sayalah yang benar, green menurut orang lain itu salah”.
Dan daripada repot-repot menilai dan mengurusi orang lagi… saya mengajak diri saya sendiri dan setiap orang (heee, kayak khotbah Jum’at ya), untuk memulai dari diri kita sendiri.
Nggak usah susah payah untuk mendefinisikan green, setiap usaha kita yang membuat bumi ini bisa bertambah panjang umurnya, seberapapun kecilnya, sudah bisa disebut sebagai green.
Atau kalau bisa juga lakukan hal-hal ini : Reduce, Reuse, Repair, Recycle, Replacement (saya nggak tahu ini definisi dari siapa, ini ngepek dari gantungan kunci pintu lab saya… serius hehe).
REDUCE, artinya mengurangi. Ya mengurangi apa saja lah yang tidak diperlukan. Pemakaian air, pemakaian listrik, mengurangi makan (nah ini wajib buat saya.. hehe) maksudnya menggurangi membuang makanan gitu. Mubazir.
REUSE, artinya menggunakan kembali segala hal yang masih bisa digunakan, kalau kertas baru dipakai satu sisi, ya jangan langsung dibuang, tapi manfaatkan sebaliknya untuk corat-coret atau ngeprint draft, Yang agak rumit dikit ya misal pemanfaatan grey water untuk flashing toilet atau menyiram tanaman.
REPAIR, artinya cobalah memperbaiki dahulu barang yang sudah rusak, jangan langsung dibuang. kalau sepatu atau sandal jebol ya nggak usah langsung beli lagi lah, coba bawa dulu ke tukang sol, siapa tahu masih bisa dibenerin. Karena pembuatan setiap produk pasti mengkonsumsi energi. Sumber energi biasanya masih didominasi oleh bahan bakar fosil (gas, batubara, minyak) yang unrenewable.
RECYCLE, sudah jelas maksudnya, dukunglah apapun upaya untuk me-recycle segala jenis sampah.
Ada sedikit cerita lucu mengenai recycle ini. Pernah suatu ketika saya menginap di salah satu hotel di Bandungan, karena ada tugas pelatihan dari kampus selama 3 hari. Kebetulan kamarnya bentuknya kayak cottage-cottage gitu. Tidak jauh di depan sampah berderet rapi tempat sampah warna-warni dengan tulisannya masing-masing. Sampah organik, sampah kaca, sampah plastik, sampah logam, dll. “Wah kereeeen hotel ini”, begitu pikir saya. Saya pun dengan semangat memilah-milah jenis sampah sesuai jenisnya, bahkan sempat berpikir keras mengenai pisau cukur instant, mau dibuang ke bak yang mana, karena ada plastiknya dan ada logamnya… hehehe, lebay memang. Setelah seluruh sampah dikategorikan dan dibuang ke baknya dengan tulisan yang sesuai, saya segera menuju aula tempat pelatihan. Selang berapa lama, ternyata ada barang saya yang ketinggalan di kamar, sehingga sayapun harus kembali ke kamar lagi. Ndilalah… pas kebetulan petugas pengambil sampah sedang mengambil sampah dari bak warna-warni tadi dan dibawa ke tempat pembuangan sementara.
Yang membuat saya melongo adalah, ternyata petugas pengambil sampah tersebut hanya membawa satu buah gerobak sampah biasa. Ya, hanya satu gerobak sampah biasa. Dengan tampang innocent dia membuka tutup tempat sampah warna-warni tersebut satu persatu, dan menuangkan isinya dalam gerobak sampah kebanggaannya. Ya ampuun. Sudah susah-susah dipilah, ternyata pas mbuang dicampur lagi… hehehe. Jadi pihak manajemen hotel tsb memasang tempat sampah warna-warni hanya demi mengejar gengsi belaka, bahwa mereka tidak ketinggalan gerakan green tadi.
REPLACEMENT, mungkin artinya meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Hal ini mirip dengan ‘S’ kedua pada konsep ‘5S’ nya jepang yang terkenal itu, Seiri, Seiton(bukan syaithon lho), Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke. Kalo bahasa Inggris jadi ‘5S’ Short, Straighten, Shine, Standardize, Sustain. Kalo bahasa Indonesia jadi ‘5R’ Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Hehehe. Orang indonesia memang paling jago bikin jargon-jargon kayak gini. Nanti kapan-kapan akan saya posting mengenai hal tersebut. Pada intinya hal-hal tersebut diterapkan pada tempat kerja, sehingga membuat kerja kita lebih efisien.
Hehe, saya paling susah untuk menerapkan hal tersebut kayaknya. Saking pelupanya, saya tidak pernah punya ballpoint atau pensil, yang berumur lebih dari 3 hari. Saking jengkelnya, saya pernah beli ballpoint gendut yang tutupnya ada talinya itu lho, dan talinya saya kalungkan di leher. Hari pertama aman, ballpoint masih pada tempatnya. Eh, hari kedua, saya dapati tinggal tutup dan talinya yang tergantung pada leher saya, sementara ballpointnya sudah tak tentu rimbanya. Kalau nggak kehilangan, ya sebaliknya, perbendaharaan alat tulis saya tiba-tiba meningkat dengan pesat karena ballpoint atau alat tulis milik rekan kerja atau mahasiswa yang terbawa oleh saya… hehehe, maaf ya, … nggak sengaja.
OK, begitulah.
Bila kita masih belum peduli dengan bumi yang akan ditinggali oleh anak-cucu kita nanti, paling tidak lihatlah kalam Illahi di bawah ini, tentang beberapa larangan untuk berlaku boros, berlebih-lebihan dan merusak bumi.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al-A’raf:31)
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS Al-Isra:26-27)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang yang mengadakan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari”. (QS Al-Baqarah:11-12)
Wah Subhanallah… ayat yang terakhir ini, … benar-benar kena deh, orang-orang yang berkoar-koar tentang green, tapi sebetulnya merekalah yang membuat kerusakan di muka bumi. Ah, baru sadar….., header blog saya pun green juga. mudah-mudahan saya tidak termasuk golongan yang latah tersebut.
* maaf, gambarnya nggak ada hubungannya, saya iseng saja karena saya penganut aliran sufi… hehe… ‘suka film’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar