Mitigasi Bencana Kegempaan

Gempa bumi
Gambar 1. Rekahan Tanah Akibat Bencana Gempa Bumi (www.antaranews.com)
Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat resiko terhadap gempa bumi yang cukup tinggi, hal ini disebabkan karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara 4 (empat) sistem tektonik yang aktif. Yaitu tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina dan lempeng Pasifik. Di samping itu Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia sehingga selain rawan terhadap gempa juga rawan terhadap tsunami.
Dengan semakin majunya sosial-ekonomi Indonesia dewasa ini, semakin banyak pula bangunan-bangunan yang  berdiri atau dibangun dengan selera artistik yang semakin tinggi pula cita rasanya. Sehingga dapat kita saksikan banyak sekali gedung-gedung bertingkat tinggi yang menjulang dengan seni arsitektural mencengangkan. Kadang bentuknya aneh, monumental atau unik.
Dari segi estetika-arsitektur bangunan semacam ini memiliki daya tarik yang luar biasa, namun bila ditinjau dari segi ketahanan gempa  bentuk-bentuk struktur yang aneh ini sangat rentan dan beresiko tinggi. Kalau pun ingin mempertahankan bentuk semacam ini, sudah tentu konstruksinya harus jauh lebih kuat dan jauh lebih mahal.
Kita berulang kali melihat kejadian kegagalan konstruksi akibat bencana gempa. Bangunan gedung yang seharusnya bisa  menjadi pelindung kita saat terjadi bencana justru berubah menjadi hal yang harus dihindari saat bencana gempa datang.  Runtuhnya bangunan yang menimpa manusia menambah jumlah korban. Korban jiwa tersebut sebenarnya bisa diminimalisir atau dikurangi jika saja struktur bangunan gedung atau rumah direncanakan, dibangun sesuai petunjuk teknis yang ada.
Kerusakan Bangunan Akibat Gempa di Aceh
Gambar 2. Kerusakan Bangunan Akibat Gempa di Aceh (www.thephenomena.wordpress.com)
Berulangnya kegagalan konstruksi dari tahun ke tahun tanpa ada perbaikan kinerja yang berati menimbulkan pertanyaan atas kemauan kita bersama untuk secara serius meningkatkan kualitas layanan profesional kita dan bukan sekedar mencari keuntungan sehingga kinerja konstruksi yang dihasilkan mampu memberikan keamanan yang diperlukan masyarakat.
Kegagalan konstruksi terjadi karena kekuatan bencana yang diluar perhitungan, beberapa contoh diantaranya:  Gempa yang disertai tsunami di Aceh 26 Desember 2004, Gempa Padang 2009 , Gempa Aceh 18 Januari 2010 dan Gempa Aceh 2 Juli 2013. Kesalahan manusia dalam merencanakan dan membangun konstruksi karena tidak mematuhi petunjuk teknis yang ada (non code compliances)
Tahun 2013 merupakan tahun penting bagi dunia konstruksi nasional karena hadirnya SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung. Kehadiran SNI Gempa Tahun 2012 sangat penting karena adanya peningkatan intensitas gempa disain untuk seluruh wilayah Indonesia menjadi lebih kurang 2 (dua) kali terhadap ketentuan Tahun 2002. Dampak yang harus diperhitungkan adalah bertambahnya secara signifikan guncangan yang terjadi dan berubahnya persyaratan detailing sambungan elemen dari kelas resiko menengah (intermediate risk) menjadi kelas resiko tinggi (high risk). Pada gempa Tasikmalaya September 2009, membuat penduduk Jakarta panik berlarian dan mengakibatkan kerusakan struktural beberapa bangunan, menurut USGS3 hanya mengguncang Jakarta dengan percepatan muka tanah puncak (PGA) 4% G kategori kelas resiko rendah (low risk). Jika gempa dengan kelas rendah saja sudah membuat rumah dan gedung kita rusak, apalagi dengan gempa dengan kelas yang lebih tinggi?.
Peta Gempa maksimum yang mempertimbangkan resiko tertarget (MCEr)
Gambar 3.  Salah satu Gambar Peta Gempa (Gambar 9 dalam SNI 1726-2012 )
Satu Catatan yang penting, karena dampak nasionalnya yang begitu besar adalah  perkembangan konsep teknik dari bangunan tahan gempa dunia di abad 21 ini tidak berdasarkan pada konsep kekuatan tapi berkembang ke arah konsep kekakuan. Target Performance pasca gempa bangunan dengan target resiko runtuh 1% dalam 50 Tahun (Maximum Risk Targeted Earthquake) yang magnitute-nya, untuk lokasi yang jauh dari sesar aktif seperti contohnya Jakarta, mendekati magnitute gempa dengan periode ulang 2475 Tahun (Earthquake with 2% probability being exceeded in 50 years). Konsep tersebut dirumuskan oleh ahli dunia setelah mempelajari dampak sangat buruk dari gempa Northridge 17 Januari 1994 dan Kobe 17 Januari 1995.
Kita tidak tahu kapan datangnya bencana gempa, bisa 100 (seratus) atau 1000 (seribu) tahun lagi atau besok??? Sebagian dari kita mungkin masih ada yang berpendapat “aman” dari bencana gempa bumi karena tidak tingga di Aceh atau Yogyakarta daerah yang sering disebut-sebut rawan terjadi bencana gempa bumi. Benarkah? Kita sudah aman? Mari kita perbesar peta diatas untuk wilayah Propinsi Jawa Tengah
Peta Gempa maksimum MCEr di Jawa Tengah dan DIY
Gambar 4. Peta Gempa Maksimum MCEr di Wilayah Jawa Tengah dan DIY
Kita lihat dari perbesaran peta pada gambar 3 sebelumnya,  tampak pada gambar 4 bahwa wilayah Jawa Tengah pun memiliki zona yang sama dengan DIY, bahkan lebih luas. Apakah anda masih merasa  tenang dan  acuh tak acuh terhadap bahaya bencana gempa bumi yang datang sewaktu-waktu??? Maka mitigasi bencana kegempaan disini mempunyai peranan yang sangat penting. Apakah itu mitigasi? Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
(UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9)
(PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6)
Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
(UU No 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1)
Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
(PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)
Mitigasi melalui Pembangunan Fisik (Bangunan Gedung dan Non Gedung/Rumah)
  1. Pondasi Bangunan
    • Pondasi harus ditempatkan pada tanah keras
    • Penampang melintang pondasi harus simetris
    • Penempatan pondasi harus ditempatkan pada sebagian tanah keras dan sebagian lainnya pada tanah lunak
    • Pondasi dibuat menerus dengan kedalaman yang sama, pondasi bertangga (kedalaman tidak sama) tidak diperkenankan
    • Pemberian angkur besi supaya terjadi ikatan antara pondasi dengan sloof.
  2. Denah Bangunan
    • Denah bangunan gedung dan rumah sebaiknya simetris terhadap kedua sumbu bangunan dan tidak terlalu panjang. Perbandingan lebar bangunan terhadap panjang berkisar 1:2
    • Jika dikehendaki denah bangunan gedung dan rumah tidak simetris, maka denah tersebut harus dipisahkan dengan alur pemisah sedemikian hingga denah bangunan merupakan rangkaian dari denah yang simetris
    • Apabila mendesak mengharuskan denah tidak simetris, maka pada ikatan kedua denah tersebut direncanakan dengan menggunakan shear wall disertai perhitungan struktur yang sesuai dengan SNI 1726 -2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
    • Penempatan dinding-dinding penyekat dan bukaan pintu/jendela harus dibuat simetris terhadap sumbu denah bangunan
    • Bidang dinding harus dibuat membentuk kotak-kotak tertutup
  3. Lokasi Bangunan
    • Bila bangunan gedung dan rumah akan dibangun pada lahan perbukitan, maka lereng bukit harus dipilih yang stabil agar tidak longsor pada saat gempa bumi terjadi
    • Bila bangunan dan rumah akan dibangun pada lahan daratan, maka bangunan tidak diperkenankan dibangun di lokasi yang memiliki jenis tanah yang sangat halus dan tanah liat yang sensitive (tanah mengembang)
  4. Design Struktur
    Struktur bangunan gedung dan rumah harus didesign dengan memiliki daktailitas yang baik (baik pada material bahan bangunannya maupun strukturnya), kelenturannya, dan memiliki daya tahan terhadap kerusakan gaya gempa yang terjadi.
Insya allah masih akan diperbarui dengan detail-detail penulangan pada sambungan bangunan/ rumah sederhana tahan gempa…..
Note : Jadilah pembaca yang baik, jika anda menganggap tulisan saya bermanfaat silahkan dicopy atau anda sebar luaskan. Tentunya tetap mencantumkan sumbernya. Hargailah kekayaan intelektual seseorang, maka orang lain pun akan menghormati anda.
Sumber :
Newsletter Indonesian Society of Civil And Structural Engineers
Mitigasi Bencana Kegempaan, 2011, Dr. Ir. Hrc. Priyo Sulistyo, M. Sc dan Prof. Ir. Iman Satyarno, M.E
SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung
In English:
Earthquake Disaster Mitigation
Indonesia is an archipelago with a level of risk to earthquakes are quite high, and this is because the Indonesian archipelago was among four (4) active tectonic system. That is Eurasian plate boundary, the Indo-Australian plate, the Philippine plate and the Pacific plate. In addition, Indonesia is an archipelagic country with the longest coastline in the world that apart prone to earthquakes are also vulnerable to tsunamis.
With the rapid advancement of socio-economic Indonesia today, the more buildings standing or built with the artistic tastes of the higher taste. So can we see a lot of high-rise buildings towering with astounding architectural art. Sometimes oddly shaped, monumental or unique.
In terms of aesthetics-this kind of architecture has tremendous appeal, but when viewed in terms of earthquake resistant forms of this unusual structure is very vulnerable and high risk. If one wants to maintain this kind of form, of course, the construction should be much more powerful and much more expensive.
We repeatedly see the construction of failure events by the earthquake. Buildings which could be our protector in time of disaster it turned into a thing that should be avoided when the earthquake came. The collapse of buildings that afflict humans increase the number of victims. The actual death toll could be minimized or reduced if only the building structure or planned home, built according to existing technical instructions.
Repeated failures construction from year to year without any means of performance improvement raises the question of our collective willingness to seriously improve the quality of our professional services and not merely for profit so that the performance of the resulting construction is able to provide the necessary security.
Construction failures occur due to forces beyond calculation disaster, some examples include: The earthquake and tsunami in Aceh December 26, 2004, earthquake in Padang, 2009, January 18, 2010 earthquake in Aceh and Aceh Earthquake July 2, 2013. Human errors in planning and building construction because it does not comply with the existing technical instructions (code non-compliances)
In 2013 an important year for the world because of the presence of SNI national construction from 1726 to 2012 on Procedures for Building Earthquake Resistance and Non-Building. SNI presence Earthquake of 2012 is very important because of the increased intensity of the earthquake design for the whole of Indonesia is approximately 2 (two) times the provisions of 2002. Effects should be taken into account is significantly increasing turmoil and changing requirements detailing the connection elements of intermediate risk (intermediate risk) to high risk classes (high risk). In the September 2009 earthquake Tasikmalaya, making Jakarta residents frantically running and cause structural damage to some buildings, according USGS3 just rocked Jakarta with peak ground surface acceleration (PGA) G 4% lower risk grade category (low risk). If an earthquake with a low grade alone makes our homes and buildings damaged, especially by an earthquake with a higher grade?
One important note, because the impact is so great that the national development of the concept of earthquake resistant building techniques of the 21st century is not based on the concept of power but evolving toward the concept of rigidity. Performance targets after the earthquake collapsed buildings at the target risk of 1% in 50 Years (Maximum Risk Targeted Earthquake) that magnitute her, to the remote location of active faults such as for example Jakarta, close magnitute earthquake with a return period of 2475 years (Earthquake with 2% probability being exceeded in 50 years). The concept was formulated by world experts after studying a very bad impact on the Northridge earthquake January 17, 1994 and January 17, 1995 Kobe.
We do not know when the coming of the earthquake, could be 100 (one hundred) or 1000 (one thousand) years from now or tomorrow??? Most of us probably still there who think “safe” because of the earthquake do not stay in Aceh or Yogyakarta area that is often touted prone to earthquakes. Really? We’re safe? Let us enlarge the map above for the Province of Central Java
We see from enlarge  map in Figure 3 earlier, shown in Figure 4 that the Central Java region also has the same zone with DIY, even more extensive. Do you still feel calm and indifferent to the earthquake hazards that come from time to time??? So here seismic disaster mitigation has a very important role. Does it mitigate? Mitigation is a series of efforts to reduce disaster risk, both physically and through the development of awareness and capacity to face the threat of disaster.
(Act No. 24 of 2007, Chapter I General Provisions, Article 1 point 9)
(Goverment Regulation No. 21 of 2008, Chapter I General Provisions, Article 1 item 6)
Mitigation as referred to in Article 44 letter c done to reduce disaster risk for the people who are in disaster-prone areas.
(Act No. 24 of 2007 Article 47 paragraph (1)
Disaster mitigation as referred to in Article 15 letter c done to reduce the risk and impact of disasters on communities caused by residing in disaster-prone areas.
(Govermant Regulation No. 21 of 2008 Article 20 paragraph (1)
Mitigation through Physical Development (Non-Building Construction and Building / Home)
1.  Building the foundation
The foundation should be placed on the hard ground
Cross section of the foundation should be symmetric
Placement of the foundation should be placed on the most violent and most other land on soft ground
The foundation is made continuous with the same depth, stepped foundation (not the same depth) are not allowed
Giving iron anchor bond that occurs between the foundation of the sloop.
2.  Building Plan
Plan of buildings and homes should be symmetric about the axis of the building and not a second too long. Comparison of the long-range building width 1:2
If desired layout of buildings and houses are not symmetric, then the plan must be separated with a separator flow such that the building plan is a series of symmetrical floor plan
If the plan does not require urgent symmetric, then the second bond plan is planned by using shear wall structure with calculations in accordance with SNI 1726 -2012 on Earthquake Resilience Planning Procedures for Building Structures and Non-Building.
Placement of baffle walls and opening doors / windows should be made symmetric about the axis of the building plans
Areas of the wall should be made to form closed boxes
3. Construction Site
When the buildings and houses will be built on hilly land, the hillsides have been stable so as not to collapse in earthquakes occurred
When buildings and houses will be built on land mainland, the building is not allowed to be built in a location that has a type of soil which is very delicate and sensitive clay (soil expands)
4. Design Structure
Structure of buildings and houses should be designed to have a good daktailitas (both in materials building materials and structure), flexibility, and resilient to earthquake-style damage.
Insya allah will still be updated with details of reinforcement in the joint building / simple earthquake resistant houses …..
sumber : dwikusumadpu.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages