Dewasa ini, tersedia banyak sekali tersedia pilihan finishing bagi sebuah bangunan. Ingin bermain dengan warna? Saat ini sudah tersedia cat oplosan dengan ribuan warna yang bisa dipilih sesuai keinginan. Ingin memaksimalkan kesan alami? Bisa dilakukan dengan mengekspose material yang dipergunakan, misalkan batu bata ekspose, batu alam ekspose, dan kayu ekspose. Jenuh dengan itu semua? Tidak ada salahnya bila kita mencoba bereksperimen dengan memilih jenis finishing yang satu ini : yaitu tanpa finishing apapun. Tanpa finishing? Betul sekali, saat ini mulai banyak arsitek yang memilih desain bangunannya untuk tampil ‘telanjang’ alias tanpa finishing apapun. Sebetulnya hal tersebut bukan barang baru, karena arsitek Tadao Ando sudah memulainya sejak tahun 1979. Tetapi di tengah banyaknya pilihan finishing yang tersedia pada saat ini, tanpa finishing justru menjadi suatu pilihan yang menarik.
Istilah beton ekspose mungkin kurang tepat, karena sebetulnya yang diekspose adalah material semen yang menjadi bahan utama untuk plesteran dan acian dinding. Setelah selesai dinding dibiarkan apa adanya tanpa finishing sedikitpun. Warna abu-abu mentah yang dihasilkan oleh semen yang telah mengering justru bisa menghasilkan nuansa yang eksotis. Karena identik dengan warna beton, maka sistem semen ekspose seperti ini biasa dikenal dengan istilah beton ekspose.
Lalu, di mana saja kita mengaplikasikan efek beton ekspose tersebut ?. Hampir pada tiap elemen bangunan, baik interior maupun eksterior. Efek beton ekspose ini bisa diaplikasikan pada bidang dinding, lantai, plafond, dan lain-lain.
Dengan material yang sama, dengan warna yang sama, bisa diperoleh beberapa jenis tekstur yang teknik yang berbeda :
- Plesteran biasa. Setelah selesai diplester seperti biasa, dinding bata tidak diaci, melainkan dibiarkan begitu saja. Efek yang dihasilkan adalah permukaan dinding yang setengah kasar, tetapi tetap rata, karena sebelumnya plesteran sudah digosok hingga rata
- Plesteran kamprot. Dengan teknik ini akan diperoleh bidang permukaan yang kasar dan bertekstur. Teknik ini bisa diterapkan di bidang-bidang tertentu yang dipilih menjadi aksen. Teknis pengerjaannya tentu lebih sulit daripada plesteran biasa.
- Acian halus. Caranya sama persis dengan teknik yang biasa dilakukan pada dinding konvensional. Setelah diplester, permukaan dinding lalu diaci dengan menggunakan semen yang dicampur dengan air. Dengan cara ini akan dihasilkan permukaan yang halus, doft (tidak mengkilat), dengan warna abu-abu tua, dan tekstur yang dihasilkan oleh bekas gosokan.
- Tali air. Untuk bidang semen ekspose yang luas, biasanya tali air diperlukan untuk memberikan aksen sehingga menghasilkan bidang-bidang yang lebih kecil. Adanya tali air ini memberikan efek seolah-olah bidang dinding tersebut terbuat dari lempengan-lempengan beton pra cetak.
Setiap teknik finishing tentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari finishing beton ekspose ini antara lain adalah :
- Hasil akhir yang dihasilkan akan mempunyai aksen dan tekstur yang sangat menarik dan alami, apalagi bila dikombinasikan dengan permainan pencahayaan.
- Terhindar kemungkinan terjadinya pemilihan warna yang kurang serasi. Warna beton ekspose yang monokrom justru akan lebih menonjolkan bentuk bangunan.
- Mengurangi perawatan bangunan. Untuk finishing berupa cat, maka bangunan harus dicat ulang paling tidak setiap 5 tahun sekali. Untuk finishing beton ekspose cukup dibersihkan secara berkala.
- Mengurangi biaya pembangunan, karena menghilangkan alokasi biaya untuk finishing.
Sedangkan kelemahan dari sistem beton ekspose ini adalah :
- Harus mempergunakan tukang yang berpengalaman dan mempunyai skill tinggi.
- Kemungkinan timbulnya lumut, terutama pada material yang bertekstur kasar. Hal tersebut bisa diatasi dengan penggunaan coating berwarna clear dan doft.
Hasil akhir yang diperoleh dalam membuat material beton ekspose ini tergantung pada :
- Kualitas material. Material utama yang diperlukan adalah semen, pasir, dan air. Pemilihan jenis semen yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Pasir juga demikian, sebaiknya dipilih jenis pasir muntilan yang bersih dari tanah dan lumpur, bertekstur sedang (tidak terlalu halus dan tidak terlalu kasar). Dapat juga dipertimbangkan untuk mempergunakan semen instan yang lebih praktis, karena tinggal menuangkan campuran yang sudah tersedia dalam zak dan menambahkan air.
- Kemampuan tukang. Mutlak diperlukan tukang yang berpengalaman dan memiliki skill yang baik. Karena teknik beton ekspose ini identik dengan style modern minimalis-modern yang mengutamakan kerapihan, kesikuan, dan kelurusan sudut-sudut permukaan bidang.
- Alat yang benar. Alat-alat yang diperlukan adalah :
- Roskam kayu. Dipergunakan untuk mengaplikasikan plester. Aplikasi plester ini setebal 8-15mm. Material kayu yang dipergunakan akan menarik pasir ke permukaan, sehingga menghasilkan tekstur yang cukup kasar. Tekstur yang agak kasar ini diperlukan untuk menempelnya acian. Jangan mempergunakan roskam besi untuk plester, hasilnya akan bergelombang, menghasilkan tekstur yang terlalu halus, menarik air semen ke permukaan, dan menyulitkan pengerjaan acian.
- Jidar. Jidar diperlukan untuk meratakan permukaan plesteran. Jidar yang baik terbuat dari aluminium ukuran 2x5cm dengan panjang 2m. Sebaiknya, jangan mempergunakan jidar dari kayu, karena tidak bisa dijamin tingkat kelurusannya.
- Sendok semen. Diperlukan untuk mencampur adukan semen, pasir, dan air, atau semen instan dan air.
- Ember/Bucket. Untuk tempat pencampuran. Jangan mencampur semen di atas permukaan tanah, karena akan memungkinkan tercampurnya material-material dari luar. Mencampur di atas keramik ataupun dak beton sebaiknya juga dihindari, karena akan meninggalkan bekas yang sangat sulit dihilangkan.
- Roskam besi. Dipergunakan untuk aplikasi acian / skimcoat. Lapisan ini biasanya setebal 1-3mm. Jangan mempergunakan roskam kayu untuk acian, karena akan menimbulkan bekas kekuningan. Alat yang sama bisa dibuat sendiri oleh tukang dengan menggunakan pipa paralon PVC yang dipotong dan diratakan.
- Balok styrofoam atau karet. Dipergunakan untuk menggosok acian yang setengah kering, guna menghasilkan permukaan yang keras, halus, dan rata.
- Kawat ayam dengan bingkai kayu. Kawat ayam ini diperlukan untuk membuat plesteran kasar yang disebut plester kamprot. Sebaiknya dinding yang akan dikamprot diplester rata dulu terlebih dahulu, untuk menghasilkan hasil kamprotan yang lebih baik. Lempar adukan semen ke arah dinding yang akan dikamprot dari jarak 30cm menerobos kawat ayam. Untuk menghasilkan plester kamprotan bisa diperoleh dengan teknik lain. Tempelkan dulu plesteran dengan roskam ke bidang dinding seperti biasa, tunggu setengah kering, lalu gosok dengan roskam kayu yang dilapisi kain dengan gerakan melingkar.
Selain hal-hal di atas, ada hal lain yang perlu diperhatikan pada saat pembuatan permukaan beton ekspose, yaitu :
- Material pasir harus dicuci dan diayak
- Campuran antara pasir dengan semen untuk plester adalah 1 : 3, atau 1 : 5
- Dinding yang akan diplester harus diberi kepalan/kelabangan setiap jarak 1 meter, untuk acuan kelurusan dan kesikuan.
- Sebelum dinding diplester dan diaci, pastikan seluruh instalasi listrik dan air sudah tertanam dalam bidang dinding untuk menghindari pekerjaan pembobokan ulang. Pembobokan akan menyebabkan perbedaan warna dan tekstur (belang) antara plester/acian lama dan baru.
- Setelah dinding selesai diplester, minimal 24 jam setelahnya baru boleh dilakukan pekerjaan acian.
Sekarang, marilah kita menikmati keindahan yang ekspresif dari beberapa bangunan yang mempergunakan sistem finishing beton ekspose tersebut. Berikut adalah D-minution house oleh biro arsitek SUB; Kiri’s House oleh Atelier Riri; White-o house oleh arsitek Toyo Ito, dan karya arsitek Andry Ferik. Bagus bukan ?
Tulisan ini dimuat di Rubrik Bale, Harian Suara Merdeka, tanggal 27 Mei 2012, hal.28
septanabp.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar