Software yang banyak digunakan seorang arsitek ( Auto CAD dan Sketch up)

Masih ingat posting saya dulu tentang arsitek yang nggak harus bisa gambar? Nah, kali ini saya akan bahas dikit mengenai tools-tools dasar (baca : software) yang bisa membantu seorang arsitek yang kebetulan nggak punya skill freehand / sketsa (termasuk saya), untuk dapat mewujudkan ide-idenya.
Saya sama sekali bukan ahli software, skill saya tentang software-software yang akan saya bahas di bawah ini pun hanya sedalam kulit kacang. Ya nggak nol puthul juga sih, tapi hanya sekedar bisa, jauh dari lancar, apalagi mahir. Lha kok berani-beraninya nulis tentang software?. Ya nggak papa, tulisan ini bukan untuk mereka yang sudah expert dalam software-software ini. Tapi justru bagi mereka yang baru pertama kali kenalan dengan software. Karena saya bukan expert, harapannya bahasa dan pembahasan saya justru pembahasan yang sangat dasar dan tidak membingungkan. Jadi kata-kata ‘basic’ di atas harus digarisbawahi yaa. Buat yang sdh expert brb pindah baca yg lain aja deh ya. Drpd kecewa entar, ‘kok cuman gitu aja’. hehee
Ok, langsung saja, ada 3 software yang menurut saya sangat penting buat arsitek jaman sekarang. Sebagai ilustrasi saya sertakan proses pengerjaan desain sebuah bangunan yang menggunakan ketiga software tersebut.
yang pertama adalah AutoCAD.
Karena saya sama sekali nggak bisa nyeket (kasian ya?) jarang sekali saya melakukan pekerjaan sketsa terlebih dahulu dalam mendesain. Sketsa manual hanya saya lakukan apabila saya pas nggak ada kerjaan dan tidak bisa mengakses laptop tercinta. Apabila saya pas pegang laptop hampir pasti saya akan langsung menggunakan AutoCAD untuk melakukan sketsa desain. Ada beberapa tips yang biasa saya terapkan ketika menggunakan AutoCAD :
1. Gunakan background putih, jangan yang hitam, supaya anda bisa memperkirakan seperti apa tampilan gambar ketika nanti akan diprint. (menu : tools/option/display/color)
2. Gambar yang baik dan informatif adalah gambar yang tidak plain, artinya ketebalan semua garis tidak sama. Hal tersebut berlaku untuk gambar manual ataupun gambar dengan komputer. Terserah berapapun layer yang anda gunakan, tetapi, gunakan hanya 5 macam garis (5 macam warna dan lineweight, bisa diatur di layer properties manager). Saya sendiri juga hanya selalu menggunakan 5 layer tersebut :
  • Layer 1, warna hitam (warna no.7), lineweight 0,25. Untuk garis/obyek denganketebalan rata-rata, dinding misalnya.
  • layer 2, warna abu tua (warna no.8), lineweight 0,09 atau 0,13. Untuk garis/obyek yang nanti ketika diprint pengin keluarnya agak tipis, misal perabot, pohon, pedestrian, dll.
  • layer 3, warna abu muda (warna no.9), lineweight 0,00. Untuk garis/obyek yang nanti ketika diprint pengin hasilnya tipiiiis banget. Misal dimensi, pola lantai, arsiran material, arsiran rumput, arsiran atap, dll.
Kenapa warnanya harus gradasi begitu? ya supaya otomatis, supaya tampilan di layar monitor semirip mungkin dengan hasil print outnya nanti. Jadi ketika menggambar, otomatis kita sudah akan langsung ‘men-setting’ kira-kira hasil print out kita akan seperti apa nantinya. layer hitam = print agak tebal, layer abu tua = print agak tipis, layer abu muda = print tipis. du u understand ? :)
  • Layer 4, pakai warna yang menyolok, biasanya saya pakai warna pink (warna no.6) dengan lineweight 0,40. Biasanya saya menggunakan layer ini untuk obyek-obyek yang ketika diprint dikehendaki sangat tebal. Misalnya, kolom pada denah, balok/sloof/dak beton yang terpotong pada gambar potongan, dll.
  • Layer 5, pakai warna yang menyolok juga, biasanya saya pakai warna biru (warna no.5) dengan lineweight terserah. Biasanya saya peruntukkan bagi obyek-obyek yang tidak ingin keluar ketika di print. Misalnya, garis as dinding, dan garis-garis bantu lainnya. Yang penting untuk layer ini adalah jangan lupa untukmenyilang icon printer di layer properties managernya.
3. Jangan ‘out of scale. Di layar monitor kita bisa men-zoom hingga tingkat kedetilan yang luar biasa, hal inilah yang menyebabkan kita sering menggambar detail-detail yang tidak perlu digambar. Kenapa tidak perlu? Karena ketika diprint, detail tersebut tidak akan kelihatan. Hal ini yang biasa saya sebut ‘out of scale‘. Misalnya, arsiran dinding bata, kalau misal denah kita akan diprint dengan skala 1:200 atau lebih besar lagi (skalanya), ya tidak usah repot2 membuat garis batas bata dan plesteran dan membuat hatch arsiran dinding bata, cukup gunakan polyline dengan ketebalan kurang dari tebal dinding. Kita harus tahu dengan pasti tingkat kedetilan gambar ketika diprint nanti sehingga terhindar dari pekerjaan menggambar detail yang sia-sia.
4. Simpan obyek-obyek yang pernah digambar sebagai library, sehingga ketika lain kali anda menjumpai obyek-obyek itu lagi nggak usah susah2 nggambar ulang. Tinggal insert. Misalnya, pintu tunggal, pintu ganda, pintu gendong, zink dan meja dapur, closet, jendela tunggal, jendela ganda, pot bunga, sofa 1-2-3 seater, dll.
Di bawah ini adalah ilustrasi desain yang dibuat dengan autoCAD, untuk bangunan 1-2 lantai, biasanya saya menggunakan pendekatan desain konvensional, yaitu dimulai dengan mendesain denah dulu, terus tampak, terus potongan, terus 3D. Tapi harus diingat bahwa desain bukan proses linear, tetapi proses yang seharusnya berulang terus menerus. Maksudnya begini, ketika mendesain tampak, akan ada perubahan-perubahan yang belum terpikirkan ketika kita mendesain denah. Ketika mendesain potongan, akan ada perubahan2 pada denah dan tampak, demikian pula ketika kita membuat gambar 3D, maka akan ada perubahan-perubahan yang harus dilakukan pada gambar denah, tampak, dan potongannya. Anda akan paham maksud saya ketika melihat ilustrasi2 yang akan saya tampilkan di bawah ini. Karena ilustrasi-ilustrasi di sini, barulah hasil dari ‘satu putaran’ desain.
Pada ilustrasi desain yang ini, ada seorang teman yang meminta tolong untuk mendesain rumah tinggal di kawasan Mulawarman. Sebut saja pak R. hehehe. Dia telah membeli satu kavling + rumahnya (ready stock/sudah terbangun) pada sebuah perumahan dengan luas bangunan 125m2, 2 lantai, dengan ukuran kavling 6×24,5 m2. Lahan sempit memanjang. Problema desain muncul karena pak R ini membeli kavling lagi di sebelahnya dengan kondisi yang masih kosong. Tantangannya adalah membuat suatu desain rumah yang teritegrasi pada 2 kavling dengan kondisi satu kavling sudah terbangun, dan satu kavling masih kosong. Tambahan lagi, Pak R menghendaki style tampak yang berbeda dari tampak bangunan pada kavling yang sudah terbangun. Nah lo?. Terus ada tambahan tantangan lagi, yaitu kedua kavling levelnya tidak sama, ada perbedaan ketinggian 60-100cm. :)
Berikut denah eksiting lantai dasar dan denah eksisting lantai atas kavling 1 dan kavling 2 (kavling 2 yang sudah terbangun)

Lalu, yang ini adalah denah desain, denah lantai dasar dan denah lantai atas dengan desain yang telah terintegrasi dalam 2 kavling.
Berikutnya adalah tampak. Ada 2 macam tampaknya. Tampak yang pertama adalah tampak bila tampak bangunan eksisting pada kavling 2 tidak diubah. Jelek ya ? ya iya, karena pada kavling 1, pak R menghendaki style yang berbeda. Tampak yang kedua mungkin lebih baik, karena tampak bangunan eksisting pada kavling 1sudah di ‘facelift’ sehingga menyesuaikan style tampak bangunan pada kavling 1.

Pada desain ini saya tidak/belum membuat gambar potongan, karena ngejar waktu. Ketika pak R menelpon, dia bilang gini, ‘tolong dibuatin desain rumah di 2 kavling … bla.. bla.. bla… tapi di salah satu kavlingnya udah ada bangunannya bla… bla… bla… tapi, bla… bla.. bla… dan banyak tapi-tapi yg lain.’ ‘OK-OK, buat kapan?’, tanya saya. ‘Besok ya, karena bla-bla-bla… hehehee….’. Nah, buat mahasiswa arsitek, jangan dikira anda begadang ketika mengerjakan tugas saja, selama anda jadi arsitek, kayaknya akan sering2 begitu deh. Terima aja ya.. .:)
oia, bagi yang belum tahu, kalau anda hendak mengubah gambar CAD menjadi gambar image dalam format JPEG misalnya, jangan gunakan copy paste biasa, karena pasti akan pecah. Tapi gunakan perintah ‘plot’ dalam autoCAD. Lalu pada kotak plot dialog yang keluar, pada bagian ‘printer/plotter’ anda pilih ‘publish to web JPG’, lalu pada bagian ‘paper size’ pilihlah ukuran kertas yang sebesar-besarnya. Jangan lupa memilih ‘monochrome’ pada ‘plot style table’ bila anda menghendaki hasilnya monochrome dan pengaruran lineweight layer di atas bisa bekerja.
Lalu saya langsung aja beralih ke sofware berikutnya ya :
—-
yang kedua adalah Sketch Up.
Kalau boleh, saya mau menyebut software sketch up ini sebagai keajaiban dunia bagi anak arsitektur. Beberapa kali saya berurusan dengan berbagai macam software 3 dimensional, mulai dari AutoCAD 3D sendiri, 3D S Max, ArchiCAD, X Steel, Pro Engineer, tapi belum pernah saya jumpai software model 3D yang se-user friendly banget seperti Sketch Up ini. Dan kita akan lebih berdecak kagum lagi setelah melihat besarnya file model yang dihasilkan oleh Sketch Up, keciiiiil banget filenya. Kenapa bisa begitu? Karena Sketch Up mengambil konsep dan besaran bidang, sementara  software2 yang lain itu berkonsep ruang. Jadi bersyukurlah mahasiswa arsitektur dan arsitek2 yang hidup di era sketch up ini. Perkara hasilnya kurang riil dan agak kartun, buat saya nggak masalah, karena software ini memang bukan untuk menghasilkan graphic design, tapi hanya untuk memodelkan, mewujudkan ide, namanya juga Sketch Up. Tapi menurut saya hasil model 3D dari SU ini udah cukup untuk mengkomunikasikan ide-ide kita kepada klien.
Saya lebih nggak bisa Sketch Up dibandingkan AutoCAD. Sehingga saya tidak bisa bahas hal-hal yang terlalu teknis Sketch Up di sini, takut sesat. Tips-tips berikut hanya berdasarkan make sense belaka :
  1. Lihat tujuan pembuatan model sketch up, serta angle image yang nanti akan diambil. Kalau hanya mau ditampilkan eksterior bangunannya, nggak usah repot-repot bikin bagian dalamnya. Kalau hanya mau ditampilkan bagian depannya, bagian belakang nggak usah diolah secara detail-detail banget. Begitulah kira-kira.
  2. Kurangi pemakaian terlalu banyak obyek library 3D, misal mobil dan pohon. Pohon 3D adalah obyek yang sangat memberatkan sketch up. Bila bisa ditambahkan secara 2D, tambahkan secara 2D saja.
  3. Matikan dulu fitur-fitur yang tidak perlu, misal gunakan ‘shaded’ saja, dan jangan ‘shaded with texture’. Matikan shadow, dll.
  4. Membuat model di sketch up itu gampang, merevisinya jauh lebih sulit. Untuk itu sering2 lah save as pada tahapan-tahapan desain.
  5. ketika akan mengekspor gambar 2D, jangan lupa nyalakan lagi teksture material dan shadow ya. Kalau jatuhnya bayangan tidak sesuai harapan, anda bisa merubah intensitasnya atau jam pada window/shadow.
  6. Apa lagi ya? udah deh.
Nah berikut, hasil dari denah dan tampak CAD tadi yang dimodelkan dengan Sketch Up. Seperti saya katakan di awal, ketika kita membuat 3D, pasti banyak revisi yang harus dilakukan pada denah, tampak, dan potongan. Anda bisa lihat bedanya kan ?
Nah, proses selanjutnya kita harus tahu, akan diapakan gambar 3D kita. Kalau tujuan akhirnya adalah membuat gambar artist impression yang akan dijadikan brosur promosi atau dicetak besar, dibingkai, dan digantung di kantor pemasaran, maka saya sarankan anda berhenti membaca sekarang, dan silahkan bertanya-tanya kepada org lain yg ahli dalam software graphic design, misal 3D S Max, atau Vray, karena saya nggak bisa, heheehe. Tapi kalau 3D anda hanya untuk pengumpulan tugas, asistensi dengan dosen, atau dengan klien sekalipun, silahkan teruskan membaca, karena saya akan share gimana cara membuat image dari model Sketch Up yang agak kartun tadi bisa tampil lumayan dengan software berikut.
—-
yang ketiga adalah Photoshop.
Seperti halnya Sketch Up, saya tidak terlalu bisa Photoshop (nah trus, bisanya apa? hahahaa). Nah, photoshop gunanya untuk menambahkan obyek-obyek 2 dimensi ke dalam gambar image yang udah dihasilkan oleh sketch up tadi. Langsung aja ya :
  1. Dengan ‘magic wand tool‘ yang kayak tongkat penyihir itu, select langit pada image 3D. Isikan ‘tolerance‘ yang sedeng saja (10-15), terlalu besar maka bidang selection anda akan makan yang lain, terlalu kecil makan akan meninggalkan warna putih di perbatasan antar bidang yang di-sellect. Trus, copy paste kan ke dalam image langit yang anda pilih. Anda harus punya banyak-banyak koleksi gambar langit. Gogling aja, banyak kok. Nah terus dg ‘magic wand tool’ lagi pilihlah potongan gambar image anda pada file langit tadi, pada dialog box di kanan bawah select layer langit yang asli, copy, lalu pastekan ke dalam file image 3D anda. Bingung ya? coba sendiri aja deh, saya juga bingung njelasin proses begitu dengan kata-kata kayak gini. hhehee. Learning by doing ya.
  2. Trus dengan proses yang sama, masukkan background. Anda harus punya library file background. Bisa dibuat dari image pohon yang diblurkan.
  3. Selain background, gambar yang baik katanya harus punya foreground. Nah, pasang saja satu foreground di atas, dan satu foreground di bawah. Pasang di tempat yang nggak menutupi gambar utama.
  4. Pasang vegetasi lain sebagai penghias, lihat di bagian tamannya ya.
  5. Pasang pelengkap yang lain, misal orang atau mobil.
  6. Lakukan layer/flatten image supaya semua gambar jadi satu layer
  7. Lalu supaya gambar anda nggak terlalu plain, gunakan filter/render/lighting effect
  8. selesai….
Kabar gembiranya adalah urusan poles-memoles gambar tersebut bisa dilakukan dalam waktu sangat singkat, nggak lebih dari 10 menit :)
gambar-gambar berikut adalah ilustrasi dari urutan proses di atas
gambar dari Sketch up di atas, ditambah dengan gambar langit ini :
menjadi :
terus, ditambah dengan pohon background ini :
menjadi ini :
terus ditambah dengan foreground, dan satu-dua tanaman di taman, kalau untuk publik building tambahi orang sebanyak mungkin ya,  :
dan gambar2 vegetasi dari sini :
menjadi kayak gini nih :
terus finishing terakhir dengan render lighting pada photoshop, keliatan bedanya bukan :
cukup lumayan bukan untuk kerjaan satu malam ? hehehee
—-
Nah begitulah, sedikit tulisan mengenai 3 software dasar yang harus dikuasai oleh mhs arsitektur atau seorang arsitek. Sekali lagi… ini basic lho yaaa. Yang belum menguasai, silahkan kuasai 3 software tersebut dan dosbing/klien anda akan tersenyum senang. Yang sudah menguasai, silahkan tingkatkan terus hingga ke tingkat mahir, dan ajari yang lain yaa.
Di dunia ini, ada 2 hal yang tidak akan berkurang sedikitpun walaupun diberikan terus menerus kepada orang lain yang memerlukan. Yaitu harta dan ilmu :)
Septana Bagus Pribadi
16 oktober 2012 / 22.08 wib
septanabp.wordpress.com
Ada revisi dikit nih, untuk desainnya :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages