Gambar 1. Potongan Beton dengan agregat batu putih
Don’t judge a book by its cover, ungkapan ini saya pikir tepat untuk menggambarkan keberadaan batu putih (Batu Gamping atau sebutan lain untuknya) sebagai bahan bangunan. Penggunaan batuan pada bangunan konstruksi, baik itu konstruksi jalan (Base Coarse) maupun konstruksi gedung (Pasangan batu untuk pondasi ataupun beton) tidak tepat jika hanya dilihat melalui warna batuan saja. Ada persyaratan yang harus dipenuhi tidak hanya oleh batu putih, tetapi batuan apapun warnanya sebagai bahan bangunan. Setelah bahan bangunan sesuai dengan persyaratan standart yang berlaku dipastikan dengan pengujian di lembaga yang telah dilegalkan, selanjutnya keberhasilan suatu konstruksi dilihat dari tahapan pelaksanaannya. Jika untuk konstruksi jalan, apakah bentuk, ukuran, dan tata cara penataannya sudah sesuai? Jika untuk konstruksi gedung aplikasi beton, apakah pelaksanaannya sudah benar sesuai dengan tata cara perancangan pembuatan beton normal?
Batu Putih, ada yang menyebutnya batu gamping, di luar negeri biasa disebut limestone. Banyak orang yang memandang sebelah mata penggunaan material ini sebagai bahan bangunan, untuk aplikasi beton maupun base coarse. Saya tidak menyalahkan mereka yang memandang rendah tersebut, keterbatasan ilmu dan kurangnya membuka cakrawala tentang material bahan bangunan membuat banyak orang terperangkap budaya “biasanya”. Jika di daerah kita melimpah material bahan bangunan berwarna misalnya putih, atau hijau atau merah mengapa harus memaksakan diri mengambil material berwarna hitam di daerah lain? Sebaiknya ujikan dulu bahan yang melimpah tersebut, apakah memenuhi persyaratan sebagai bahan bangunan? Cari literatur, saiapa tahu sudah pernah ada yang meneliti keberadaan material tersebut. Jadi anda tidak perlu repot-repot menguji dan pengadakan penelitian ulang. Nah, jika penelitian tersebut menyimpulkan bahwa bahan yang melimpah di daerah anda dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan mengapa harus terpaku menggunakan “harus hitam” apalagi dari daerah lain? Bukankah lebih baik memanfaatkan material lokal yang sudah Allah SWT berikan kepada daerah kita? Kita pikirkan bagaimana aturannya supaya lingkungan tetap terjaga, material dapat bermanfaat dan memberikan peningkatan PAD.
Saya pribadi pernah meneliti pemanfaatan batu putih untuk pembuatan beton normal, mari simak sedikit uraian saya berikut:
Setiap jenis batuan akan memiliki perilaku dan karakteristik keteknikan yang spesifik. Dalam rangka optimalisasi pemakaian batuan sebagai agregat pembuatan beton maka dibutuhkan suatu kajian yang baik untuk mengetahui berbagai kendala dalam penggunaannya. Salah satu metode yang cukup handal dan umumnya dilakukan dalam tahap evaluasi awal suatu agregat yaitu melalui kajian geologi teknik. Kajian ini sangat penting dilakukan guna menunjang efektifitas pemilihan bahan baku beton yang baik dan memiliki kualitas yang memuaskan.
Gambar 2. Penambangan Batu Putih/Batu Gamping
Lokasi penambangan batu gamping untuk penelitian saya, terletak di perbukitan sebelah utara Kota Blora yang berada di Kecamatan Bogorejo.
Batuan yang terdapat pada Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora ini termasuk satuan batu gamping. Batu gamping dapat dibedakan menjadi dua yaitu batu gamping non klastik dan batu gamping klastik. Batu gamping non klastik merupakan koloni binatang laut terutama terumbu dan koral yang merupakan anggotacoelenterate sehingga di lapangan tidak menunjukkan perlapisan yang baik dan belum banyak mengalami pengotoran mineral lain. Sedangkan batu gamping klastik merupakan hasil rombakan jenis batu gamping non klastik (Sukandarrumidi, 2004 dalam Koordijanto, 2009). Secara geografi Kabupaten Blora berdekatan dengan Kabupaten Rembang dimana merupakan daerah pesisir pantai, sehingga dari sejarah terbentuknya termasuk batu gamping non klastik. Batu gamping asal Kabupaten Blora memperlihatkan tekstur batu gamping mikro kristalin. Batas batas dan bentuk mineral penyusun batuan umumnya seragam dan memberikan kenampakan kristalin yang besar sebab mineral berasal dari larutan magma atau larutan kimia lainnya yang belum mengalami proses pelapukan. Hasil pemeriksaan mineralogy kalsit (CaCO3) menunjukkan kristal-kristal mikrokristalin berukuran 0,01-0,20 mm. Batuan jenis struktur mikro kristalin tidak berlapis, berkembang tidak teratur, dan lebih menunjukkan kenampakan berlubang-lubang.
Batu gamping mikro kristalin cocok sebagai bahan bangunan karena batuan besifat keras dan kompak. Selain pejal (masif) dijumpai pula batu gamping yang berlubang (porous). Sedangkan berdasarkan warna dapat dikatakan bervariasi dari putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah, bahkan hitam yang semua itu disebabkan karena jumlah pengotor yang ada. Warna kemerahan disebabkan oleh mangaan oksida besi sedangkan kehitaman karena zat organik. Batu gamping yang akan digunakan sebagai agregat beton dalam penelitian ini merupakan batu gamping atau limestone dari aktivitas organisme laut (Blyth & Freitas, 1984). Batu gamping tersebut merupakan batu gamping allochton rudstone, yaitu batu gamping yang komponennya berasal dari fasies terumbu oleh fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali sebagai partikel padat (klasifikasi Embry – Klovan, 1971)
Sebelum saya lanjutkan, mari kita perhatikan penelitian mengenai batu putih tidak hanya dilakukan peneliti dalam negeri tetapi juga pernah dilakukan oleh peneliti luar negeri dan bukan cerita baru lagi. Mari kita lanjutkan lagi.
Gambar 3. Batu Gamping yang sudah dipecah untuk pembuatan beton
Hasil dari beberapa pengujian untuk batu putih/batu gamping salah satudiantaranya adalah ketahanan aus dan kekerasan agregat. Dari pengujian agregat kasar dengan menggunakan mesin Los Angeles didapat bagian yang hancur sebesar 27,80%. Dengan bejana Rudellof didapat bagian yang hancur sebesar 22,71%. Menurut SNI S-03-6861.1-2002 maka beton yang dibuat dengan menggunakan batu gamping pecah ini diperkirakan masuk dalam klasifikasi beton kelas II dengan mutu beton K-125 (f’c= 10 MPa ) sampai dengan mutu beton K-225 (f’c= 20 MPa).
Beton dengan Faktor air semen (FAS) 0,4 kandungan semen berturut-turut 471,15 kg/m3 dan 538,68 kg/m3 mempunyai kuat tekan rat-rata 43,11 MPa dan 43,28 MPa (Setara K 300 sampai K 400) . Untuk FAS 0,5 kandungan semen berturut-turut 392,10 kg/m3 dan 408,18 kg/m3 mempunyai kuat tekan rata-rata 33,73 MPa dan 34,27 MPa (Setara K 250 sampai K 300). Untuk FAS 0,6 kandungan semen berturut-turut 380,83 kg/m3 dan 364,85 kg/m3 mempunyai kuat tekan rata-rata 25,36 MPa dan 24,80 MPa) (setara K125 sampai K250. Laju kuat tekan beton pada umur 3,7dan 28 hari berturut-turut 45%, 65% dan 100%. Berdasarkan pengujian serapan air beton ini dinyatakan memenuhi standart beton kedap air normal (SNI 03-2914-1992).
Video pembuatan beton normal dengan agregat abtu gamping dapat anda lihat dihttp://www.youtube.com/watch?v=spRAHkql-mo
Jika untuk konstruksi jalan, menurut pendapat saya, membuat lapisan telford. Hampir serupa dengan yang saya sampaikan di atas, mohon diperhatikan pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa penghamparan pasir dibawah batu sering diabaikan (tidak dikerjakan) oleh pelaksana. Pasir dalam konstruksi telford memberikan konstribusi yang besar, yaitu sebagai lapisan meresapkan air ke dalan tanah sehingga konstruksi telford tidak dalam kondisi jenuh air. Lapisan pasir ini juga berfungsi mengunci tatanan batu tetap pada posisinya, sehingga batu tidak akan mudah goyah pada saat umur layannya. Kemudian faktor yang tak kalah pentingnya yang sering disepelekan adalah bentuk dan cara menata batu untuk konstruksi telford tersebut. Apakah batu berbentuk oval atau bulat? ditata tegak berdiri atau rebah tidur? Hal ini akan mempengaruhi momen inersia selama batuan tersebut menerima beban kendaraan.
Nah, jika kita telah memastikan tahapan pelaksanaan konstruksi apapun berjalan sesuai persyaratan dan tata caranya barulah kita mengerti bahwa tidak selama putih itu rapuh. Tidak juga selamanya hitam itu kokoh.
Marilah kita menilai segala sesuatu jangan hanya dari penampilan luarnya saja, don’t judge a book by its cover begitu kata peribahasa asing.
We shouldn’t prejudge the worth or value of something, by its outward appearance alone
Demikian, semoga bermanfaat…
Note : Jadilah pembaca yang baik, jika anda menganggap tulisan saya bermanfaat silahkan dicopy atau anda sebar luaskan. Tentunya tetap mencantumkan sumbernya. Dengan maksud hargailah kekayaan intelektual seseorang. Dan bila terdapat pertanyaan mengenai hal tersebut diatas tidak terjadi jawaban yang ngawur.
Untuk membaca hasil penelitian tersebut secara lengkap, silahkan kunjungi perpustakaan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sumber:
Blyth & Freitas, 1984, A Geology for Engineer, ELSEVIER, New York
Dwi Kusuma Sulistyorini, Pemanfaatan Batu Gamping Asal Kecamatan Bogorejo dan Pasir Asala Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora Propinsi Jawa Tengah Untuk Pembuatan Beton Normal, Tesis S2, Universitas Gadjah Mada.
Koordijanto, A.S., Kajian Bata Beton dengan Bahan Baku Limbah Gergajian Batu Kapur, Tesis S-2 Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Badan Standardisasi Nasional
SNI 03-6861.1-2002, Spesifikasi Bahan Bangunan-Bagian A: Bahan Bangunan Bukan Logam, Badan Standardisasi Nasional
SNI 03-2914-1992, Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air, Badan Standardisasi Nasional.
SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung, Badan Standardisasi Nasional.
Tjokrodimulyo, K, Teknologi Beton, Buku Ajar, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar